Oleh Mohd Haramen
SETAHUN yang lalu dalam kunjungan ke sebuah desa di Kabupaten Merangin, saya melihat dari dekat usaha salah satu BUMDes yang bergerak dalam bidang perikanan. Tepatnya, adalah usaha budidaya ikan Nila pada keramba yang berlokasi di sebuah danau yang cukup luas. Saya diajak mengelilingi keramba itu dengan mengemudi perahu. Saat itu, saya cukup bahagia, karena begitu luas usaha tersebut, ditambah lagi ikannya yang besar dan sudah siap panen. Saya memperkirakan BUMDes ini akan untung besar. Meskipun saat itu pengurusnya bercerita harga ikan masih rendah di pasaran. Saya pikir kondisi ini hanya berlangsung sementara waktu. Dan beberapa waktu kedepan pasti harga ikan naik kembali. Saya optimis saat itu.
Seiring perjalanan waktu, karena sudah setahun berlalu, saya mengingatkan pengurus BUMDes di Merangin itu agar membuat laporan pertanggungjawaban. Namun setengah terkejut, saya menerima jawaban bahwa semua pengurus sudah mengundurkan diri dan BUMDes mati suri. Sayapun meminta pendamping yang ada didesa itu untuk mengidentifikasi masalah dan meminta pengurus membuat laporan pertanggungjawaban. Ya intinya BUMDes harus segera direvitalisasi. Karena BUMDes tidak boleh mati. Modal yang sudah disertakan oleh desa harus kembali. Salah satu caranya adalah dengan membuat unit usaha baru yang lebih menguntungkan dengan meminta tambahan modal dari desa. Keuntungan dari unit usaha baru ini diharapkan bisa mengembalikan modal awal yang sudah disertakan sebelumnya. Meskipun untuk mencapai break event point itu harus menunggu waktu yang lama. Tapi, modal yang disertakan oleh desa wajib kembali dalam bentuk sumbangsih PADes ke desa.
Harus diakui, memang kondisi BUMDes yang seperti ini seringkali ditemui didesa-desa. Mereka yang sudah disertakan modal dan mulai berusaha tapi mati ditengah perjalanannya. Ada banyak masalah yang menggerogoti mereka, diantaranya rendahnya kualitas SDM pengurus, pengurus yang tidak konsentrasi karena tidak ada gaji, dukungan Pemdes yang kurang, usaha yang tidak sesuai potensi desa, pemasaran produk yang kalah bersaing dengan pemain lokal dan regional. Dan ada banyak lagi masalah lain yang menghantui BUMDes.
Masalah-masalah seperti ini sebenarnya bisa diminimalisir jika semua elemen, baik pemerintahan desa dan pengurus BUMDes itu sendiri bersatu dalam satu kesatuan. Dimana mulai dari identifikasi, hingga pemecahan masalah dilakukan secara bersama-sama. Hanya saja sayangnya, terkadang begitu BUMDes dibentuk, para aparatur desa terkesan cuek. Dan membiarkan BUMDes berjalan sendiri dengan diberi modal yang minim. Terkadang seringkali juga ditemui BUMDes bergerak dalam bidang usaha jual beli sembako, tetapi aparatur desanya membeli sembako malah ke pihak luar. Potensi ekonomi desa dibiarkan mengalir ke luar BUMDes. Akibatnya, BUMDes mau berkembangpun terseok-seok.
Dukungan dari elemen pemerintah desa dan masyarakat desa sangat menentukan perkembangan BUMDes. Jika BUMDes bergerak dalam bidang perikanan misalnya. Idealnya, seluruh penduduk desa diarahkan membeli ikan ke BUMDes. Diumpamakan penduduk desa ada 300 KK dan setiap KK membeli ikan ke BUMDes dalam seminggu 1 Kg saja, artinya dalam seminggu ikan BUMDes terjual sebanyak 300 Kg. Dan dalam sebulan bisa habis terjual, 1,2 ton lebih. Jika hal seperti ini terjadi, BUMDes sulit merugi. Terlebih jika usaha yang dijalankannya berguna untuk kebutuhan sehari-hari.
Menggerakkan potensi ekonomi desa ini memang sangatlah sulit. Oleh karena itu, butuh kepiawaian kepala desa dan pengurus BUMDes membangkitkan rasa memiliki di kalangan masyarakat desanya. Karena tanpa ada rasa memiliki, dukungan ke BUMDes akan minim. Dan perlu diingat, kemajuan BUMDes sangat menentukan kemajuan sebuah desa. Karena lewat BUMDes-lah desa bisa memiliki Pendapatan Asli Desa (PADes). Dan semakin banyak PADes, semakin besar pula kesempatan kepala desa untuk melakukan pembangunan. Pembangunan yang berkelanjutan itulah yang akan menentukan kemandirian desa. Pada akhirnya, kita harus menyadari kunci kemajuan BUMDes ada pada rasa memiliki dan semangat persatuan dikalangan masyarakat desa. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.
(Penulis adalah Tenaga Ahli Madya Pengelolaan Keuangan Desa dan Pengembangan Ekonomi Lokal Kemendes RI untuk Provinsi Jambi)