Produktif Menanam Kebaikan

publisher

PERJALANAN hidup selalu jadi lintasan kenangan dan pengalaman. Seberapapun air mata bisa jatuh berderai, kita tak boleh lama terseok dan terjatuh didalam kubangannya. Karena setiap ujung kesedihan pasti ada kemudahan. Inna ma’al-‘usri yusra. Artinya, (5) “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.

Banyak sekali tokoh tokoh besar mengawali kehidupannya dari berbagai kegetiran dan air mata. Dan mengakhirinya dengan torehan keindahan. Bintang film terkenal Jackie Chan misalnya. Karena kemiskinan yang diderita keluarganya, pernah hendak dijual saat bayi. Tokoh lain, Lee Myung Bak misalnya. Mantan Presiden Korea Selatan itu saat kecilnya hanya bisa menikmati sarapan dengan ampas gandum. Yang terdekat dengan kita Mantan Menteri Kehutanan RI, Marzuki Usman MA. Satu satunya tokoh Jambi yang pernah jadi menteri itu, saat kecil menjadi tukang ojek perahu untuk biaya sekolahnya.
Berbagai penderitaan itu tidak membuat mereka patah arang. Aneka kesesakan hayat bagi mereka tidak dianggap karma. Bagi mereka menjalani hidup hakiki layaknya seorang pendaki (gunung). Ikhtiar menaikinya bagi mereka dimulai dari keteguhan niat agar tiap langkah tidak terasa berat. Makin tinggi pendakian memang terkadang membuat kaki gemetar dan penglihatan menjadi nanar. Namun, seluruh beban itu tidak ada artinya bagi mereka. Sebab pemandangan begitu memikat diujung jalan akan meluruhkan semua nestapa. “Getting old is like climbing a mountain; you get a little out of breath, but the view is much better,”. Demikian ujar Ingrid Bergman. Jadi, fokus para pen sukses kehidupan itu adalah kepada karunia keindahan diujung perjalanan, bukan pada saat pendakian.
Mereka terus produktif dalam menanam kebajikan. Ibaratnya seperti titah manusia agung Rasulullah SAW:  jika esok kiamat tiba, maka hari ini ikhtiar menanam pohon mesti tetap terjaga. Bibit yang ditancapkan selalu mengukuhkan senyum di masa depan. Para orang sukses itu tak ingin mengkerdilkan kehidupan.  Dan menurut Buya Hamka salah satu pengkerdilan terkejam dalam hidup adalah membiarkan pikiran yang cemerlang menjadi budak bagi tubuh yang malas. Dimana selalu mendahulukan istirahat sebelum lelah.
Puasa melatih kita produktif menanam kebaikan. Setiap kebaikan yang ditanam dijanjikan berlipat lipat kemaslahatan dan merontokkan kemudharatan. Memang diawali dengan berlapar lapar dahaga, tapi diujungnya dihiasi senyuman yang indah saat idul fitri tiba. (Penulis adalah Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Kemendes PDTT RI yang ditugaskan di Kabupaten Batanghari )