DIAWAL perkuliahan saya dulu yang mengambil jurusan Manajemen Perusahaan Universitas Cokroaminoto Yogyakarta, materi yang diberikan adalah tentang hasrat manusia yang tak terbatas, sementara sumber daya yang tersedia terbatas. Makanya itu hampir seluruh teori ekonomi didesain demi untuk memenuhi hasrat manusia itu. Metode dan pemikiranpun dirancang agar ummat memperoleh kepuasan tertinggi. Berbagai pemikir ekonomi mulai dari David Ricardo, Harrod-Domar, Rostow, Samuelson, dan lain-lain menuangkan semua pemikirannya demi pencapaian tujuan memenuhi keinginan manusia yang tak terbatas itu ditengah kekurangan sumber daya. Padahal “keinginan” (tanpa batas) inilah yang menjadi sumber petaka.
Oleh karenanya, Allah menciptakan puasa (ramadan) sebagai perkakas mengendalikan segala keinginan manusia. Mengingat, manusia adalah makhluk yang diberikan dua kelengkapan: akal dan nafsu. Akal membentuk rasionalitas, sedangkan nafsu seringkali membuat hasrat tak terkendali. Hasrat yang tidak terkendali adalah akibat nafsu yang mendahului akal.
Bagi yang mengimani ketauhidan dan segepok nilai agung agama, pilihan pengendalian diri mesti diperagakan pada setiap perjalanan kehidupan. Dan perayaan Idulfitri sebetulnya simbolisasi atas kemenangan hakikat melakukan pengendalian diri itu. Pribadi yang bisa mengendalikan diri ini adalah pribadi yang mulia. Semoga kemuliaan itu akan menjadi tirakat yang bermukim sepanjang masa.
(Penulis adalah Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Kemendes PDTT RI untuk Kabupaten Batanghari)