INDIKATOR Pemimpin Daerah yang berhasil bukan dilihat dari penghargaan yang diperoleh dari Menteri, Presiden, bahkan dari lembaga-lembaga Internasional. Jika ini yang menjadi ukuran maka akan bersifat sumir, karena belum tentu mampu memenuhi kebutuhan (pelayanan) dan hak-hak lain masyarakat. Paradigma pemerintahan bukan hanya pelayanan, kini sudah berubah yaitu pelayanan dan perlindungan. Itulah paradigma baru yang disepakati oleh Asosiasi Dosen Ilmu Pemerintahan Seluruh Indonesia (ADIPSI). Paradigma baru ini masih dikondisikan, lihat saja Undang-Undang Pelayanan Publik masih berlaku Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009, belum ditambah kata “Perlindungan”, walaupun dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan salah satu tujuan Negara adalah melindungi segenap tumpah darah Indonesia.
Sementara kita abaikan dulu kata perlindungan ini, terlalu tenggi (istilah Minang) yang berarti terlalu jauh ingin digapai. Ibarat burung pungguk merindukan bulan.
Kita coba batasi diskusi tentang pemimpin yang berprestasi itu adalah pemimpin yang mendapat pengakuan (legitimate) dari masyarakat. Kalau dalam pemilukada ada pasangan yang mendapat 32 % dari suara yang sah, maka itulah pengakuan secara kuantitatif masyarakat, walaupun sah (legal) kemenangannya karena lawan mendapat suara lebih rendah dari itu. Pengakuan kualitas lebih penting lagi. Apa itu? Yaitu pemimpin memenuhi apa yang dibutuhkan masyarakat.
Dibutuhkan Masyarakat Jambi
Hal yang paling utama dibutuhkan masyarakat Jambi adalah hilirisasi dan kreatifitas Interpreneurship birokrasi dalam rangka meningkatkan out comes/ Devisa (Pendapatan Asli Daerah).
Jambi kaya dengan bahan baku karet, namun hanya ekspor bahan baku gelondongan karet yang masih bau. Akibatnya nilai ekonominya tidak maksimal. Selanjutnya kita import dengan harga mahal setelah menjadi ban. Jambi kaya dengan bahan baku sawit, kita hanya eksport bahan baku biji sawit, kemudian kita import minyak sawit. Kita punya batu bara tapi belum mampu merubah menjadi sumber energy listrik. Kita punya nenas Tangkit, namun kita tidak punya pabrik pengalengan peanaple juice. Kita punya banyak tempat destinasi, namun tidak ada atraksi, apalagi atraktif sehingga kurang menarik, Jangan salahkan masyakarakat Jambi rekreasi ke tempat destinasi daerah lain, sehingga devisa dinikmati daerah dan atau negara lain. Kadang terasa sedih ketika jadi turis domestic dan rekreasi ke Negara lain, kenapa malah menyumbang devisa kesana, artinya tidak trickle down effect.
Jika program/kegiatan diatas bisa diwujudkan bukan hanya meningkatkan devisa sebagai sumber biaya pembangunan daerah, tetapi juga menyerap banyak tenaga kerja, dust mengurangi pengangguran. Dengan demikian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) juga meningkat.
Harapan Terhadap Pemimpin Jambi 2024
Tidak masalah Petahana atau yang baru denagn catatan mampu membuat program yang dibutuhkan masyarakat banyak dan tetap melakukan loby ke pusat terhadap sector yang mungkin dapat dibantu pusat. Memang taidak mudah membuat program-proram yang memenuhi kebutuhan masyarakat Jambi, tanpa dialog/komunikasi langsung. Untuk berprestasi harus punya daya juang (dignity), sesuai dengan teori Need for Achievment (N Ac). Dalam teori ini dikemukakan bahwa kuasai teknologi dan control yang tinggi. Contoh sederhana saja Ruang Terbuka Hijau yang dibangun di lokasi pasar Angso dua yang lama, belum lama dibagun, sudah terjadi banjir. Hal ini seolah tidak gunakan teknologi yang tinggi dan kurang control, ketika hujan lebat kebanjiran karena air tergenang. Di Sumatera Barat Ruang Terbuka Hijau (RTH) bukan hanya sebagai tempat destinasi, tetapi diantisipasi dapat digunakan untuk penampungan terbuka (temporary shelter) jika terjadi bencana alam. Bandingkan RTH Jambi yang baru dibangun, belum lagi dimanfaatkan maksimal, air sudah tergenang dibeberapa titik lokasi. Disamping itu Sumatera Barat merencanakan Taman Evakuasi Tsunami. Taman ini merupakan accommodation shelter, suatu tempat tertutup yang mencakup akomodasi untuk penampungan lebih lama. Taman ini direncanakan dapat menampung 10.000 orang, 120 mobil dan 200 motor. Mungkin di Kerinci dan Tanjab Barat perlu merencanakan temporary and accomadation shelter antisipasi bencana, karena dua daerah ini adalah daerah yang rawan bencana. Tidak bisa pula diabaikan, lokasi-lokasi langganan banjir di kota Jambi seperti Danau Teluk dan Kampung Legok perlu pembuatan waduk dengan memindahkan penduduk di lokasi tersebut terlebih dahulu.
Selain hal diatas, instansi-instansi pemerintah mulailah berfikir menjalani enterpreurship birokrasi. Dinas pertanian misalnya, bagaimana ekspor durian yang tahan lama, yaitu duren yang sudah dapat sentuhan teknologi. Tidak seperti sekarang duren sudah masak, paling tahan tiga hari, kemudian jadi tempoyak. Demikian juga duku, kalau dikirim ke Jakarta. Jika sudah tiga hari, kulitnya mulai menghitam. Dinas Peternakan misalnya, coba membuat pabrik dendeng atau pabrik pengalengan cornet. Demikian juga instansi-instansi lainnya, bukan sekedar given dana APBD, tanpa out comes yang jelas.
Mudah-mudahan tulisan saya ini dibaca oleh pemimpin dan calon pemimpin Jambi. Selanjutnya kepada konstituen dan masyarakat pemilih ubahlah mind set perilaku memilih dari perilaku tradisional menjadi pemilih berdasarkan rasionalitas dan terukur, artinya bukan hanya melihat bagus programnya saja, tetapi ada tidak sumber pembiayaannya. Sebagai contoh ada, ada oknum calon dalam pemilukada akan bangun jembatan layang (fly over) dengan sumber pembiayaan pendekatan kepada Kementerian PUPR. Ini yang dikatakan gambling, asumsi jika pendekatan efektif. Nyatanya satu tiangpun tidak berdiri. Oknum tersebut lupa dengan filosofi Autonomous energies dalam otonomi Daerah.
———————-
Penulis adalah Dosen Jurusan Ilmu Politik dan Pemerintahan Universitas Jambi.