HUJAN yang membasahi bumi sepecuk Jambi Sembilan lurah di hari-hari tenang sebelum hari pencoblosan 14 Februari 2024 seharusnya mengantarkan para pemilik kedaulatan (pemilih) untuk memikirkan secara dalam terkait pilihan yang akan mereka coblos dihari “H” yaitu hari pemungutan dan penghitungan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Pergumulan politik yang terjadi dalam waktu dan ruang tahapan pemilu khususnya pada tahapan kampanye telah menelan energi, materi dan informasi dari calon-calon yang akan dipilih maupun pemilih yang akan memilih. Energi dan materi serta informasi tidak sedikit yang dihabiskan demi menggapai kekuasaan melalui pemilu sebagai wujud dari demokrasi. Perjalanan panjang demokrasi seharusnya menempatkan rakyat sebagai pemilik kedaulatan secara bebas menentukan pilihan. Pemilik kedaulatan akan memberikan mandat social dan mandat politiknya pada calon-calon yang dianggap baik dan dipercaya, baik pada level nasional Capres dan cawapres, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mapun dilevel local Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota dan Dewan Perwakilan Rakyat Propinsi.
Pemberian suara yang ditorehkan di kertas suara di dalam bilik suara merupakan hak dari setiap pemilih dan tidak boleh diwakilkan oleh siapapun untuk memastikan asas “lansung” berlaku dan tegak di TPS, begitu juga dengan asas “umum” Dimana regulasi, waktu dan ruang pemilihan berlaku secara umum, tidak ada perbedaan antara individu dengan individu lainnya atau kelompok dengan kelompok lainnya.
Pemilih pada hakikatnya bebas menentukan pilihan, sehingga tidak boleh ada kekuatan apapun yang boleh mengintervensi dan mengintimidasi pemilih dalam menentukan pilihannnya, termasuk juga kekuatan uang (money Politic), apabila itu terjadi maka ia akan melanggar asas pemilu yaitu asas “bebas”. Kebebasan dalam menentukan pilihan merupakan hak azasi setiap warga negara. Karena itu harus dikawal dan dijaga dengan baik.
Sejalan dengan itu perwujudan dari asas bebas tersebut adalah pemberian suras di TPS tidak boleh satu orangpun yang mengetahuinya, sehingga asas “rahasia” menjadi factor penting dalam pemilu. Pencoblosasn yang bersifat rahasia, dengan mengunakan alat cablos yang ditetapkan, tidak boleh mendekumentasikan pilihan seseorang, sebab akan melanggar asas rahasia.
Asas berikutnya yang menjadi hak dari pemilih adalah asas “jujur” dan “adil”, perlakuan yang jujur dan adil dari penyelangga pemilu di TPS. Yaitu KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara), Pengawas TPS, para saksi harus menjunjung tingi prinsip-prinsip kejujuran dan keadilan di TPS, seperti menuliskan hasil pemilu secara jujur dan transparan (keterbukaan) yang dapat diakses dan diketahui oleh masyarakat luas. Sedangkan keadilan adalah hak setiap pemilih untuk diperlakukan secara sama dalam pemilu, baik untuk mendapatkan haknya maupun melaksanakan kewajibannya.
Akhirnya COBLOS yang Luber dan Jurdil adalah kata kunci utama untuk tegaknya demokrasi di TPS, apabila asas-asas tersebut dilanggar atau diabaikan maka pemilu sebagai sarana kedaulatan rakyat akan menjadi kering dan sia-sia. Namun sebaliknya apabila COBLOS dengan menegakkan asas pemilu yang Luber dan Jurdil, maka demokrasi dan masa depannya akan menyelamatkan Indonesia dan membangun peradaban di negeri tercinta ini…wassalam
(Penulis adalah Dr. Pahmi. Sy, S.Ag, M.Si adalah ketua SPI UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi)