MAKKAH, berjambi.com – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) membahas hukum pelaksanaan ibadah haji dengan visa non-haji (tidak prosedural) di Jakarta, Selasa (28/5/2024) siang. PBNU memutuskan bahwa pelaksanaan ibadah haji tanpa visa haji mengandung cacat menurut ketentuan syariat Islam. Jamaah haji yang menempuh jalan non-prosedural ini masuk kategori berdosa.
BACA JUGA : Sahkah Haji Tanpa Visa Haji ? Ini Jawabannya
Syuriyah PBNU dalam musyawarah Bahtsul Masail Diniyah Waqiiyah-nya memutuskan bahwa ibadah haji dengan visa nonhaji (tidak prosedural) tetap sah, tetapi cacat secara syariat. Secara umum, pelaksanaan ibadah yang terpenuhi syarat dan rukunnya dianggap sah dan menggugurkan kewajiban.
“Sah hajinya karena visa haji yang disyaratkan bukan bagian dari syarat dan rukun haji. Sedangkan larangan agama yang berwujud dalam larangan pemerintah Kerajaan Arab Saudi (KSA) bersifat eksternal (raji’un ila amrin kharijin),” tulis putusan PBNU yang ditetapkan di Jakarta pada 19 Dzulqa’dah 1445 H/28 Mei 2024 M.
BACA JUGA : Di Usia 110 Tahun, Jamaah Haji Tertua Mbah Mislan Tersenyum Sampai di Madinah
PBNU memandang pelaksanaan haji tanpa visa haji (nonprosedural) sebagai sebuah praktik yang cacat dan pelakunya berdosa karena (1) melanggar kewajiban untuk menaati kebijakan pemerintah dalam konteks ini Pemerintah RI dan KSA (2) berseberangan dengan inti syariat, yaitu membahayakan diri sendiri dan jamaah haji lain. Jamaah haji ilegal melanggar aturan syariat yang mewajibkan mentaati perintah ulil amri dan mematuhi perjanjian (Ya ayyuhalladzina amanu awfu bil ‘uqud), baik itu pemerintah Arab Saudi maupun pemerintah Indonesia, termasuk di dalamnya yang melarang haji tanpa visa haji.
“Karena aturan tersebut benar dan sah menurut syariat dan akal sehat, semua pihak wajib menaatinya,” tulis putusan Syuriyah PBNU
BACA JUGA : Ada Sholat Sunnah Berpahala Seperti Haji dan Umroh, Ini Penjelasannya
Bagi PBNU, praktik haji dengan visa nonhaji bertentangan dengan syariat. Orang yang haji dengan menggunakan visa nonhaji (tidak sesuai prosedur/ilegal) bertentangan dengan substansi syariat Islam karena praktik haji tidak prosedural ini berpotensi membahayakan dirinya sendiri dan juga jamaah haji lain. Dalam pandangan PBNU, praktik haji ilegal telah mencaplok (ghashab) tempat yang menjadi hak tempat yang disediakan untuk jamaah dengan visa haji resmi. Jamaah haji ilegal memperparah kepadatan jamaah di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) maupun di Makkah, yang berpotensi mempersempit ruang gerak jamaah haji resmi sehingga dapat menimbulkan mudarat bagi diri sendiri dan juga jamaah lain.
(SUMBER : https://www.nu.or.id/)