Oleh : Navarin Karim
Fantastis! Ada sepuluh nama bakal calon walikota (cawako) yang tersosialisasi di balegho dan atau media cetak/media elektronik. Nama tersebut sebagai berikut : 1. Eko Setiawan, 2. Maulana, 3. Budi Yako, 4. Kemas Muhammad Fuad, 5, Iqbal Linus, 6. Roro Nully, 7. H. A. Rahman (HAR), 8. Raden Ridwan Muchtar. 9. Budi Setiawan, 10. Andrio Utama.
Nomor urut 1 sampai 5 sudah sangat jelas tercantum di media elektronik jati dirinya bahkan harta kekayaannya. Sedangkan nomor 6 sampai 10 belum ada datanya. Mungkin Editornya sedang mengkondisikan untuk melengkapi data. Hal yang dapat dimaknai dari banyaknya bakal calon walikota Jambi ini, bahwa mempertahan dan merebut kekuasaan itu suatu hal yang menggiurkan. Nantilah bicara tentang kualitas dan resiko yang akan dihadapi. Resiko yang dimaksud adalah resiko siap menang dan resiko siap kalah. Penulis batasi membatasi Resiko siap menang harus mampu mengubah keadaan kota Jambi menjadi lebih baik dalam peningkatan pelayanan publik, peningkatan kesejahteraan umum dan daya saing daerah.
Kenapa penulis memantik persoalan ini? Penulis skeptis dan meragukan apakah seluruh bakal calon walikota mengetahui bahwa kriteria calon walikota tentu tidak sama dengan bakal calon bupati. Bakal calon bupati saja sudah berat, apalagi bakal calon walikota. Walikota akan memimpin ibu kota yang terletak di provinsi Jambi. Tentu menjadi barometer dan acuan bagi kemajuan kabupaten yang lain. Jika yang menjadi walikota standarnya rendah, maka makin rendah pula standar menjadi bupati. Alasan lain masyarakat luar provinsi juga akan menilai pembangunan ibu kota provinsi terlebih dahulu, baru kabupaten lainnya. Bukan menilai kabupaten terlebih dahulu, baru menilai kota.
Calon walikota harus tahu persoalan dan potensi di daerahnya, jangan hanya percaya diri karena kalkulasi keuangannya mampu dan atau didukung oleh sponsor tertentu. Ingat politik balas budi. Bisa percaya diri muncul, karena pengaruh kemampuan turunan dinasty-nya, sementara pengalaman di politik dan di pemerintahan masih minim. Bisa saja juga mengandalkan pembisik (think thank). Sudahilah system dinasty yang dipercontohkan dalam pemilihan Presiden yang silam. Taruhlah legal, namun belum tentu pengakuan (legitimacy) didapat dari masyarakat. Jadi jangan hanya mengikuti “syahwat kekuasaan”, bukan ringan tanggung jawab dunia dan akherat yang harus dipikul sebagai walikota.
Calon walikota yang siap menang harus mengantisipasi sumber pemasukan terlebih dahulu. Ingat jangan membuat “program angan-angan”, artinya sumber tidak jelas mengajukan program yang indah. Jika ditanya panelis ketika debat kandidat, jawaban terdesaknya “akan melakukan pendekatan ke pemerintahan pusat”. Jawaban gambling. Ini cerminan calon yang tidak berkualitas. Si calon lupa bahwa sekarang ini era otonomi daerah. Substansinya adalah membangun dengan kekuatan sendiri (autonomous energies). Mengemis ke pusat kalau dapat, kalau tidak sebatas utopia jadinya. Calon walikota perlu mencari referensi kota-kota yang maju. Standar kota di Jambi ada yang beranggapan masih setara dengan di kabupaten yang tertinggal di pulau Jawa. Sebagai salah satu ilustrasi ; Dinosauras Park di Malang, di Jambi destinasi kualitas demikian belum punya. Akhirnya masyarakat kota Jambi yang ingin rekreasi ke tempat destinasi yang berkualitas harus ke pulau Jawa atau ke Jakarta. Betapa ruginya kota Jambi kehilangan sumber potensial PAD (devisa). Lakukan pendekatan ke konglemerat lokal atau pusat untuk investasi destinasi berkualitas. Tidak perlu pula membuat Destinasi seperti Desneyland Hongkong. Dari airport menuju lokasi, transport gratis. Bayar tiket masuk lokasi, mau menyaksikan pertunjukan keseluruhan yang disajikan harus bayar lagi lebih kurang satu juta rupiah. Tentu belum sanggup dengan daya beli masyarakat kota Jambi. Secara jumlah ada yang nonton, tapi tidak signicant, karena kemampuan daya beli (purchasing power) masyarakat yang rendah.
Destinasi taman rimba kota Jambi coba dibuat lebih profesional dan atractive, juga tersedia tempat makan pilihan jika pengunjung merasa lapar. Sumber pemasukan lain yang perlu dipertimbangkan jika mau meningkatkan kesejerahteraan rakyat adalah pembinaan UMKM yang total tidak setengah hati. Tidak cukup memberikan peningkatan kualitas produksi, tetapi bagaimana membantu modal dari usaha mikro menjadi skala kecil, dan skala kecil menjadi menengah. Upayakan membangun hilirisasi, misal di Tangkit dibangun pabrik pengalengan minuman nenas. Beri merek “peanaple juice” bisa diekspor, Ini nenas hanya untuk pembuatan selai kue nectar. Usahakan juga cari pengusaha yang mau bangun pabrik ban. Percuma Jambi dikenal dengan kota karet. Tanaman sawit yang banyak masyarakat investasi, tindak lanjutnya adalah perbanyak pabrik pengolahan sawit menjadi minyak sawit. Semua yang dicontohkan diatas merupakan sumber pemasukan kota Jambi. Berkaitan dengan peningkatan pelayan publik yang perlu dilakukan : misalnya peningkatan pelayanan di parkir di bandara Suthan Thaha, bayaran sudah mahal, ironisnya jika hari panas. Ketika pengendara masuk mobil, mobil seperti oven yang dipanasi api. Belakangan persoalan keamanan akibat pencurian motor oleh kelompok begal yang sadis. Mobil patroli penulis temukan pada waktu siang hari. Tapi apakah malam hari atau tengah malam mobil patroli ini mengawal di lokasi-lokasi rawan? Demikian juga dengan terminal Alam Barajo, beberapa kali ganti walikota. Kondisinya masih seperti dahulu. Penumpang dari mobil yang masuk terminal tidak berani keluar mobil jika shubuh karena takut copet dan perampok. Petugas keamanannya mana? Belum lagi persoalan masih sedikitnya Ruang Terbuka Hijau untuk hutan kota, yang terjadi malah ruang terbuka hutan kota makin terbuka. Tantangan-tantangan diatas harus berani dicari terobosannya jika memang benar siap menang.
———————-
Penulis dosen senior Jurusan Ilmu Politik dan Pemerintahan Universitas Jambi.