Oleh Mohd Haramen
SUATU malam habis Magrib, saya menerima whatshapp dari salah satu Direktur BUMDes di kabupaten Tebo. Dia meminta saya untuk merahasiakan curhatnya. Tapi, karena pemahaman ini sangat penting, terpaksa saya menulis curhat tersebut, meski tak menyebut nama BUMDes dan namanya sendiri. Intinya dia mengeluhkan kurangnya modal yang disertakan pemerintahan desa. Padahal, dia punya segudang rencana untuk memajukan BUMDes tersebut. Dia pesimis dengan modal yang dimiliki saat itu, sulit untuk mewujudkan rencana bisnis tersebut.
Saya menyampaikan, kalau modal kurang, maka harus minta lagi dengan cara mengajukan proposal ke pemerintahan desa. Kalau tidak dikabulkan, jangan putus asa. Karena kesuksesan itu hanya bisa diraih setelah berhasil melalui lembah kegagalan. Dan orang yang tidak pernah gagal, adalah orang yang tidak pernah mencoba. Lalu saya katakan, sebagai Direktur BUMDes harus bisa meyakinkan pemerintah desa dengan berbagai usaha yang diusulkan. Agar pemerintah desa yakin, maka proposal dibuatlah sedetail mungkin, hingga tak ada celah bagi pemerintah desa untuk menolaknya. Dan yang paling penting saya katakan, didalam proposal ditampilkan prospek pasar, lokasi usaha, jumlah modal yang dibutuhkan, jumlah biaya yang akan dikeluarkan, jumlah keuntungan yang bakal diperoleh, dan waktu pengembalian modal. Semakin lama waktu pengembalian modal (break event point) maka semakin tidak layak usaha tersebut. Sang Direkturpun mengerti saat itu.
Tapi dirinya kembali bertanya, bagaimana kalau tidak disetujui proposal tersebut ? Saya balik bertanya, adakah aset desa yang bisa diserahkan ke BUMDes pengelolaannya. Lalu dirinya mengatakan, saat ini sudah diserahkan pengelolaan pasar desa dan sarana olahraga. Saat itulah saya menjawab, nah itu adalah modal sebenarnya. Dari pasar desa, BUMDes bisa mendapatkan penghasilan lewat penyewaan lapak dan kios. Tak hanya itu, lewat pasar, BUMDes juga bisa mendapatkan retribusi kebersihan dan parkir. Terlebih, pasar tersebut sudah difungsikan sebagai pasar Mingguan. Artinya, setiap Minggu, BUMDes bisa mendapatkan penghasilan.
Demikian juga halnya dengan sarana olahraga, saya katakan BUMDes bisa menyewakan sarana olahraga tersebut. Dan sarana olahraga ini kata saya, juga bisa disewakan untuk acara weeding. Ditengah penyewaan tenda yang mahal saat ini, penyewaan gedung merupakan solusi bagi warga masyarakat yang ingin mengadakan kegiatan. Jadi kata saya, modal BUMDes itu tidak mesti uang. Tapi aset desa yang diserahkan pengelolaannya ke BUMDes juga adalah modal. Jika dikelola dengan baik, aset desa tersebut juga akan menghasilkan pendapatan bagi BUMDes.
(Penulis adalah Tenaga Ahli Madya Pengelolaan Keuangan Desa dan Pengembangan Ekonomi Lokal Kemendes PDT RI untuk Provinsi Jambi)