Apakah Sapi Bertubuh Kecil Boleh untuk Kurban 7 Orang?

publisher

KURBAN  di hari raya Idul Adha merupakan salah satu ibadah yang sangat dianjurkan bagi umat Islam atau dalam bahasa fiqih disebut sunnah mu’akkadah. Dasar disyariatkannya ibadah kurban adalah firman Allah dalam Surat Al-Kautsar ayat 2 sebagaimana berikut:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنْحَرْ 

Artinya: “Maka, laksanakanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah!”

Selain itu, anjuran berkurban di hari raya Idul Adha juga berdasarkan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Sayyidah ‘Aisyah, sebagaimana berikut:

مَا عَمِلَ آدَميٌّ من عَملٍ يَوْمَ النَّحْرِ أحَبَّ إلى الله من إهْراقِ الدَّمِ، إِنَّها لَتأتي يَوْمَ القِيامَةِ بِقُرونِها وَأشْعارِها وَأظْلافِها، وَإنَّ الدَّمَ لَيقَعُ من الله بمَكانٍ قَبْلَ أن يَقعَ من الأرْضِ، فَطِيبُوا بِها نَفْسًا

Artinya:

“Tidak ada amal manusia di hari raya Idul Adha yang lebih dicintai Allah daripada menumpahkan darah (berkurban). Sungguh hewan itu akan datang di hari kiamat dengan tanduk, bulu, dan kuku-kukunya. Dan sesungguhnya darah yang mengalir darinya telah mendapatkan kedudukan di sisi Allah (diterima sebagai ibadah) sebelum ia menyentuh tanah, maka lakukanlah dengan lapang hati”

Menurut Imam Mubarakfuri, selain menjadi dalil kesunnahan berkurban, hadits ini sekaligus menjadi dalil keutamaannya. Maksud dari hewan kurban datang di hari kiamat dengan tanduk, bulu, dan kukunya adalah hewan tersebut akan datang dengan anggota yang lengkap bahkan hingga kukunya, tanpa ada kekurangan apapun sebagaimana keadaannya di dunia, dan setiap anggota tubuhnya mengandung pahala bagi yang menjadikannya kurban.  (Muhammad Abdurrahman Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwadzi [Beirut: Darul Kutubil ‘Ilmiyyah, tt], juz V, halaman 62).

Rasulullah sudah menentukan hewan-hewan yang dapat dijadikan kurban, yaitu semua jenis kambing, semua jenis sapi, dan semua jenis unta, dengan ketentuan kambing untuk kurban satu orang, sedangkan sapi dan unta untuk satu hingga tujuh orang. Bolehnya sapi dan unta untuk kurban tujuh orang ini berdasarkan beberapa hadits, salah satunya hadits riwayat Abu Dawud sebagaimana berikut:

البقرَةُ عن سَبْعةٍ، والجَزورُ عن سَبْعةٍ 

Artinya: “Sapi bisa untuk kurban tujuh orang, unta bisa untuk kurban tujuh orang” (Abu Dawud, Sunan Abi Dawud [Beirut: Darur Risalah, 2009], juz 4, halaman 432).

Ketentuan ini, meskipun bersifat tauqifi (dogmatis), namun dapat kita nalar hikmah atau filosofinya secara logis. Secara fisik, sapi dan unta lebih besar dari kambing, maka dapat dijadikan kurban untuk tujuh orang. Rasulullah juga menentukan kriteria hewan yang layak dijadikan kurban, baik dari segi umur dan ketiadaan cacat.

Lalu, bagaimana jika sapi yang disembelih bertubuh kecil, apakah masih dapat mencukupi untuk tujuh orang? Mengenai hal ini, Imam Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Tuhfatul Muhtaj menjelaskan kriteria hewan kurban.

فَعُلِمَ أَنَّ الْأَكْمَلَ مِنْ كُلٍّ مِنْهَا الْأَسْمَنُ فَسَمِينَةٌ أَفْضَلُ مِنْ هَزِيلَتَيْنِ

Artinya: “Dapat diketahui dari penjelasan sebelumnya bahwa yang paling utama (afdhal) untuk dijadikan kurban adalah hewan yang gemuk, berkurban dengan satu hewan yang gemuk lebih utama daripada berkurban dengan dua hewan yang kurus” (Ahmad Ibnu Hajar, Tuhfatul Muhtaj ma’a Hasyiyatain [Mesir: Maktabah Tijariyyah Mushthafa Muhammad, 1983], juz IX, halaman 150).

Dari penjelasan di atas, secara implisit sebenarnya sudah bisa kita pahami bahwa hewan yang kurus, termasuk sapi, tetap sah dijadikan kurban, asalkan telah memenuhi kriteria umur dan tidak ada cacat. Keterangan yang lebih jelas dapat kita temui dalam kitab Nihayatul Muhtaj karya Imam Syamsuddin Ar-Ramli, beliau menjelaskan:

وَمَقْطُوعَةُ بَعْضِ أُذُنٍ أَبْيَنَ وَإِنْ قَلَّ لِذَهَابِ جُزْءٍ مَأْكُولٍ، وَأَفْهَمَ كَلَامُهُ عَدَمَ إجْزَاءِ مَقْطُوعَةٍ كُلِّهَا بِالْأَوْلَى وَكَذَ

ا فَاقِدَتُهَا خِلْقَةً

Artinya: “Hewan yang terpotong sebagian telinganya tidak sah dijadikan kurban, karena berkurangnya bagian tubuh yang dapat dimakan. Ucapan An-Nawawi tersebut memberi kesimpulan bahwa hewan yang seluruh bagian telinganya terpotong, atau lahir tanpa telinga, tidak sah dijadikan sebagai kurban”.

Melengkapi penjelasan Ar-Ramli di atas, Syekh ‘Ali Syabromallisi dalam anotasinya (hasyiyah) menyampaikan:

أَمَّا صَغِيرَةُ الْأُذُنِ فَتُجْزِئُ لِعَدَمِ نَقْصِهَا فِي نَفْسِهَا كَصَغِيرَةِ الْجُثَّةِ  

Artinya: “Adapun hewan yang telinganya kecil, tetap sah dijadikan kurban, karena anggota tubuhnya lengkap dan tidak ada yang berkurang dari anggota tersebut. Begitu juga (sah) hewan yang kecil postur tubuhnya” (Muhammad Ar-Ramli, Nihayatul Muhtaj ma’a Hasyiyatain [Beirut: Darul Fikr, 1984], juz VIII, halaman 135).

Berdasarkan penjelasan para ulama di atas, dapat kita simpulkan bahwa sapi yang sudah memenuhi kriteria sebagai hewan kurban dari segi umur dan tidak ada cacat, tetap dapat dijadikan kurban untuk tujuh orang. Adapun hikmah yang disebutkan di atas (sebagaimana kaidah dalam ilmu ushul fikih) tidak memiliki pengaruh pada hukum, berbeda dengan ‘illat (alasan hukum). (sumber : NU Online)