PUASA DARI SERAKAH

publisher

Updated on:

KEAJAIBAN selalu muncul di era modernisasi kini. Ditengah kepongahan kapitalisme dengan menumpukkan kekayaan, selalu ada mahluk yang punya belas asih yang memikirkan jalan menuju keabadian. Dia adalah salah seorang pedagang ikan di pasar Aur Duri, Kota Jambi. Keramahan dan kemurahan hatinya membuat jubelan pembeli memadati lapaknya.

Suatu ketika saya melihat dia tidak memiliki receh untuk mengembalikan uang pembeli. Lalu dia berucap; ” Ibu bawak saja dulu uangnya, kalau ingat dibayar, kalo lupa saya halalkan,” ujarnya. Saya tersenyum melihatnya, lalu dia berujar. “Memang begitu bang, kalau tidak kito halalkan jika lupo, nanti takut jadi beban (dosa, red) bagi dio,” tukasnya.

Ujaran itu membuat saya terkejut. Sungguh, pedagang itu sudah menabrak diktum ilmu ekonomi yang kokoh berdiri yakni memaksimalisasi keuntungan.
Asumsi dalam ilmu ekonomi, bahwa manusia berperilaku mementingkan diri sendiri (self-seeking behavior) dan kecenderungan menyimpang dipatahkan oleh sikap pedagang itu.

Jika dunia diisi manusia yang berkepribadian seperti ini, maka tidak akan pernah muncul ketimpangan yang parah. Seperti sebuah survei yang menyatakan bahwa satu persen warga kaya di dunia menguasai 80% aset ekonomi seluruh belahan bumi. Makanya beberapa dekade lalu, di AS muncul gerakan “Occupy Movement” dengan slogan: We Are 99%. Gerakan itu merupakan protes atas keserakahan dan ketimpangan yang makin tak terkendali.

Seluruh asumsi dan tatanan ekonomi inilah yang dirobohkan oleh pedagang itu. Ritual ekonomi baginya adalah paket ibadah untuk mencukupi kebutuhan hidup. Pedagang itu merupakan jelmaan hamba spiritual berwatak sosial. Dirinya mampu menempatkan insentif material di bawah imperatif moral.

Inilah sejatinya hakikat puasa: tak mengambil kelebihan (ekspresi tidak berlebihan saat berbuka) dan membagi kepedulian (penghayatan saat lapar). Puasa adalah iman kepada yang di langit, meneguhkan hati memeluk bumi. Puasa melatih kita untuk menghayati nilai kekayaan yang sesungguhnya, yakni kaya hati dan puasa dari sikap serakah.

(Penulis adalah Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Kemendes PDTT RI untuk Kabupaten Batanghari yang juga Ketua Laskar Santri Nusantara Provinsi Jambi)