Puasa dari Pesimisme

publisher

Updated on:

BANYAK orang yang sukses hari ini karena telah melalui ragam kegetiran dan kegagalan di masa lalunya. Bahkan, barangkali semua manusia yang sukses pasti dibaliknya terdapat kisah penuh air mata. Mereka tidak pernah menyerah, setiap kali terjatuh lalu bangkit lagi. Selalu ada alasan untuk melipatgandakan usaha ketika rintangan datang menghadang. Salah satunya kisah orang Jambi yang berasal dari desa Mersam, Kabupaten Batanghari, Drs H Marzuki Usman, MA.  Dikutip dari m.merdeka.com, putera Mersam kelahiran 30 Desember 1943 ini pernah menjadi Menteri Kehutanan RI,2000–2001, Menteri Negara Penggerak Dana Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), 1999 dan Menteri Pariwisata, Seni dan Budaya (MenParsenibud), 1998-1999.

Anak keempat dari sembilan bersaudara pasangan H. Usman H Abul dan Cholijah tersebut dikenal gigih dan pantang menyerah. Saat kecil anak didik Gus Dur ini terbiasa mencari uang dari tumpangan perahu di Sungai Batanghari. Semula mantan Ketua DPW PKB Jakarta tersebut bercita-cita mendaftarkan diri ke kampus UGM masuk Kedokteran Gigi. Tapi, nasib belum berpihak kepadanya, lalu banting stir masuk Fakultas Ekonomi.  Saat berusaha menyelesaikan gelar sarjana di kampus UGM Yogyakarta tersebut banyak cerita kegetiran yang ia hadapi, tapi dia tidak menyerah. Setelah meraih gelar sarjana tahun 1969, Marzuki Usman juga pernah ditawari dekannya, Sukadji Ranuwihardjo mengambil gelar master di University of the Philippines. Sayangnya dia dinyatakan tidak lulus tes. Tak mau lama-lama bersedih, dia meluncurkan 40 lamaran ke berbagai instansi. Usahanya tak sia-sia, ia diterima di Departemen Keuangan. Akhirnya, atas bantuan Sumarlin dan Ali Wardhana, Marzuki bisa meraih beasiswa Ford Foundation untuk kuliah di Duke University, Durham, North Carolina, Amerika, hingga meraih gelar Master od Arts in Economics di tahun 1975. Dan akhirnya sukses meraih berbagai posisi mentereng di republik ini. Bahkan dirinya bisa dikatakan, satu-satunya putera Jambi yang berhasil meraih posisi Menteri sejak Indonesia Merdeka.

Kisah lain dari belahan dunia Eropa ada seorang pendiri “Whatsapp”: Jan Koum. Ia lahir dan mengalami masa kecil yang pedih di Ukraina. Pada 1990 Jan dan ibunya pindah ke AS untuk mencari masa depan yang lebih baik. Jan kerja serabutan di AS, juga ibunya, termasuk sebagai pembersih toilet. Mereka sering harus antre kupon makanan subsidi pemerintah. Tapi, Jan terus berjuang sampai bisa kuliah. Ia melamar ke Facebook, tapi ditolak. Dia tak ambruk, justru fokus membikin aplikasi Whatsapp/WA. Ujungnya? WA dibeli FB seharga US$ 19 miliar (2014). Kesepakatan itu ditanda tangani di kantor dinas sosial yang dulu lokasi Jan Koum antre kupon makan.

Dari kisah tersebut dapat diambil kesimpulan, manusia yang berhasil mencetak kesuksesan adalah mereka yang terus berdiri lebih banyak ketimbang terperosok. Tiap terpental tentu muncul frustrasi, namun rasa itu tak boleh bermukim lama, harus langsung segera berdiri lagi. Itulah hari-hari panjang yang dijalani oleh para jawara kehidupan.

Puasa memberikan kita pelajaran untuk menahan dahaga, menunda kesenangan sementara dan pada akhirnya akan merasakan kenikmatan saat berbuka. Orang yang mengamalkan puasa adalah mereka yang berani menaklukkan segala derita. Janji Allah jelas soal ini yakni  “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (QS. Al-Insyirah: 6).  Hanya saja, pada saat berbuka diingatkan jangan sampai nafsu lantas bertahta. Oleh karenanya disunnahkan berbuka hanya dengan beberapa butir kurma dan segelas air putih sekadar pelepas dahaga lalu melaksanakan sholat magrib berjamaah. Ini dimaksudkan agar kita setiap kali mendapat kenikmatan,  harus cepat-cepat bersyukur kepada zat pencipta. Karena sesungguhnya segala yang kita peroleh adalah pemberian Dia yang maha kaya.

(Penulis adalah Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM) Kabupaten Batanghari yang juga Ketua DKW Laskar Santri Nusantara Provinsi Jambi)