ADA banyak gagasan dan ide yang ditemukan para ahli untuk mengatur sistem ekonomi dunia. Ide yang dilahirkan tersebut membuat arus ideologi tersendiri didalam kehidupan ini. Salah satunya yang banyak diterapkan oleh negara-negara di dunia adalah gagasan kapitalisme. Gagasan kapitalisme lahir setelah buku “The Wealth of Nations” dari Adam Smith diluncurkan (1776). Idenya, yakni memfasilitasi hasrat manusia yang ingin memiliki keuntungan/kekayaan. Caranya? Bebaskan orang untuk bertransaksi di pasar, jamin hak milik pribadi, sediakan informasi pasar yang sempurna, serta buat mekanisme pasar bekerja tanpa intervensi.
Lalu apakah kapitalisme ini berhasil memakmurkan dunia ? Jawabannya iya. Negara-negara yang hari ini dinobatkan sebagai negara maju rata-rata menerapkan sistem ekonomi kapitalis. Bahkan negara yang mengklaim menerapkan sistem ekonomi komunis sekalipun tetap menggunakan sistem ekonomi kapitalis, meski sistem politiknya komunis. Namun seiring perjalanan waktu ternyata sistem ekonomi kapitalis ini banyak memiliki kekurangan. Salah satunya yakni lemah dari sisi pemerataan. Sehingga yang terjadi hari ini sebanyak dua persen orang kaya di dunia menguasai delapan puluh persen ekonomi dunia. Jurang kesenjangan antara si kaya dan si miskin semakin jauh. Yang kaya punya harta berlimpah, uang triliyunan, tapi si miskin untuk memenuhi makan tiga kali seharipun sulit.
Kondisi ini membuat para ahli mencoba menggali sistem ekonomi alternatif yang dikenal dengan sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi ini dipraktekkan Rasulullah SAW dan istrinya seorang usahawan besar, Siti Khadijah. Saat menjalankan bisnisnya, Nabi berpedoman kepada lima rukun usaha, yang kemudian menjadi doktrin pengembangan ekonomi syariah, yakni: (i) menyeimbangkan motif material dan spiritual; (ii) mengutamakan prinsip keadilan dan melarang riba; (iii) menghadirkan kebebasan ekonomi sesuai akidah; (iv) memastikan kemaslahatan bersama; dan (v) mengakui kepemilikan multi-jenis. Praktik ini telah dijalankan meski belum menjadi arus utama pembangunan.
Prinsip keadilan dan pelarangan riba dalam ekonomi Islam inilah diharapkan bisa memupus kemiskinan dan memperkecil kesenjangan. Hal ini sejalan dengan pesan-pesan puasa yang kita laksanakan. Puasa memberikan kita inspirasi agar memperhatikan si miskin yang melarat. Menahan lapar dan dahaga dimaksudkan agar yang kaya juga tahu penderitaan yang miskin. Sehingga yang kaya memiliki kemauan untuk berbagi ke bahagia an. Sensasi kebahagiaan yang hakiki ini ternyata tak hanya diperoleh dengan cara menghimpun kekayaan, tetapi juga harus dengan cara berbagi. Seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah SAW: “Islam apakah yang paling baik?” Beliau bersabda: “Engkau memberi makan dan mengucapkan salam kepada orang yang kau kenal dan orang yang tidak kau kenal.”
Islam sendiri menaruh selaksa kepedulian soal kemelaratan ini. Sabda masyhur Rasulullah yang diriwayatkan oleh Abu Na’im: “Kemiskinan itu dekat kepada kekufuran.” Kufur sendiri merupakan dosa yang tak terampuni, sehingga pertempuran melawan kemelaratan merupakan perang yang harus dimenangkan. Kemiskinan spiritual diselesaikan dengan iman. Kefakiran material dituntaskan lewat kebijakan. Semoga puasa mengilhami orang kaya untuk terus berbagi dan para pemimpin kita untuk membuat kebijakan menuntaskan kemiskinan, salah satunya lewat distribusi dana desa.
(Penulis adalah Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Kemendes PDTT RI untuk Wilayah Kabupaten Batanghari yang juga Ketua DKW Forum BUMDes Indonesia Jambi)