MEMBAKAR SURGA

publisher

Updated on:

SEORANG Sufi wanita bernama Rabiatul Adawiyah merupakan legenda dalam bidang tasawuf.  Beliau dikenal dengan ajaran mahabbah (Cinta,red) kepada Ilahi melebihi dari segalanya. Sehingga beliau diberi gelar Syahidat Al Isya Al Ilahi, yakni sang saksi kerinduan ilahi.  Diceritakan dalam kitab Al-Bayan wa al-Tabyin, pada suatu siang, Rabi’ah Al Adawiyah ke kota Baghdad dengan menenteng air  di tangan kanan dan memegang obor di tangan kirinya. Lalu seseorang bertanya kepadanya mau dikemanakan air dan obor tersebut dibawah.

Rabiah pun menjawab, “aku hendak membakar surga dengan obor dan memadamkan neraka dengan air ini agar orang tak lagi mengharapkan surga dan takut neraka dalam ibadahnya”.

Kisah ini menggugat kesadaran kita, betapa penting keikhlasan dalam kehidupan ini. Perbuatan baik yang kita lakukan tidak boleh mengharapkan apa-apa selain keridhoan Allah SWT.  Seseorang bisa terjebak kepada kesyirikan ketika melakukan perbuatan baik mengharapkan sesuatu dari mahluk Allah SWT.  Terlebih puasa Ramadhan.  Dalam hadist yang diriwayatkan dari dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu berkata, Rasulullah Shallallahu’alai wa sallam bersabda, “Allah berfirman, ‘Semua amal anak Adam untuknya kecuali puasa. Ia untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.”

Oleh karenanya, Al Iman Al Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin menyampaikan ada tiga tingkatan orang berpuasa. Yang pertama adalah puasa awam, di mana kita berpuasa hanya meninggalkan makan, minum, dan hubungan intim tanpa ada rasa keimanan. Semata-mata hanya melak sanakan kewajiban.

Kedua, puasanya orang yang khos atau istimewa, di mana orang berpuasa tidak hanya meninggalkan makan, minum dan hubungan intim, tetapi dia juga meninggalkan dari perbuatan buruknya sehingga dia berpuasa dari kemungkaran, berpuasa dari kemaksiatan.

Ketiga, Al Ghazali menyebutnya dengan khowasul khowas, puasa yang sangat istimewa. Puasa ini adalah tidak makan, tidak minum, tidak hubungan suami dan istri, meninggalkan kemaksiatan, meninggalkan kemungkaran, dan secara bersamaan tidak mengharapkan apa apa kecuali dari ridha Allah SWT.

Semoga puasa kita menjadi puasa yang khowasul khowas agar bisa memperoleh piala ramadhan yakni diampuni seluruh dosa kita seperti bayi yang baru dilahirkan.

(Penulis adalah TAPM Kabupaten Batanghari dan juga Ketua DKW Laskar Santri Nusantara Provinsi Jambi)