Mimpi Industri Sawit Jambi

publisher

Berimbang & Menyejukkan

Oleh Mohd Haramen

DUA hari yang lalu, saya bertemu dengan petani sawit di kabupaten Tanjungjabung Barat, sebut saja namanya Tarto. Pria paru baya ini mengaku saat ini harga sawit melambung tinggi, tapi sayang buah yang dihasilkan minim. Bahkan katanya, harga saat ini sudah diatas Rp. 2000-an per Kg Tandan Buah Segar (TBS). Saat sawit harganya murah katanya, buahnya banyak. Tapi sebaliknya, saat ini harga tinggi, tapi buah sedikit. Kondisi ini katanya, membuat pendapatan petani tidak mengalami perubahan yang signifikan.

Situasi seperti ini tentunya terus berlangsung, selama industri kelapa sawit tidak dikembangkan di Provinsi Jambi. Meski provinsi ini memiliki 1,8 juta hektare sawit, tapi pemerintah daerah belum ada yang mengembangkan industri hilirnya. Padahal, seharusnya usaha yang menyangkut hajat hidup orang banyak, harus dikelola oleh pemerintah lewat BUMD misalnya. Sehingga Jambi tidak mengekspor  CPO, tapi sudah ekspor industri turunannya seperti minyak sayur, Mentega, Shampoo  dan lain-lain.  Dengan demikian harga sawit juga semakin meningkat.

Untuk mengembangkan industri sawit ini, jika pemerintah  daerah mau, sebenarnya tidak begitu sulit. Bisa lewat BUMD yang tentunya permodalannya didanai  APBD. Karena industri turunan kelapa sawit ini sepertinya belum banyak dilirik oleh pelaku usaha swasta.

Selain itu juga, pemerintah daerah bisa mendorong desa-desa yang memiliki potensi sawit untuk mendirikan industri turunan kelapa sawit dalam skala kecil lewat BUMDesnya. Mengingat, saat ini sudah berdiri 1113 Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Provinsi Jambi. Kalau dibiarkan terus menerus ekspor CPO, harga bisa dipermainkan oleh pengusaha yang berusaha mengeruk keuntungan dalam jumlah besar.  Akhirnya petani sawit juga akan menderita.  Padahal  ada  sekitar  212 833 orang masyarakat Jambi yang menggantungkan hidupnya dari sawit ini.

Baca Juga :  HPN 2022, Al Haris Sebut Pers Berkontribusi Edukasi Covid-19

Harus diakui dan semuanya mungkin tahu bahwa Value addid yang dihasilkan dari ekspor CPO sangatlah kecil, jika dibandingkan dengan barang jadi. Berbeda jika industri turunan CPO ini dikembangkan didesa-desa. Paling tidak, untuk mencukupi kebutuhan minyak goreng, warga desa tidak perlu lagi untuk berbelanja ke kota. Sampai saat ini memang problem ini sepertinya belum  terpecahkan. Padahal daerah ini memiliki potensi sawit yang cukup besar. Bahkan saat ini menjadi primadona di Bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah ini.

Wacana untuk mengembangkan industri sawit sebenarnya sudah ada sejak belasan tahun yang lalu. Hanya sampai kini belum juga terwujud. Pihak swastapun hanya  tertarik mengembangkan kebun kelapa sawit saja. Sedangkan untuk industri turunannya tidak dikembangkan. Jika pihak swasta enggan, maka pilihannya adalah mendorong BUMD atau BUMDes yang saat ini sudah ada didesa-desa membuat industri sawit.  Semoga usaha ini bisa tercapai, untuk kemajuan Jambi kedepan.

(Penulis adalah  warga Muaro Jambi)