BUMDes “Ikhlas Beramal”

publisher

Berimbang & Menyejukkan

Oleh Mohd Haramen

MENGUNJUNGI dan berbagi cerita dengan para pengurus Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Provinsi Jambi, banyak sekali cerita-cerita dan keluh kesah mereka. Ada yang bercerita setelah di SK-kan, tak diberi-beri modal. Ada juga yang bercerita, diberi modal yang sedikit, akibatnya keuntungan yang diraihpun tidak maksimal. Dan yang paling miris adalah cerita, bahwa mereka belum pernah gajian, meskipun BUMDes sudah lama dibentuk.

Untuk cerita yang terakhir inilah yang sering kali ditemui setiap kali kunjungan ke lapangan. Membayangkan mengurus sebuah badan usaha dan tidak digaji, alangkah sedihnya. Tapi, itulah realitas yang dialami kebanyakan pengurus BUMDes yang ada di desa-desa di Provinsi Jambi.

Kalau dalam teori bisnis memang wajar-wajar saja mereka belum gajian. Karena usaha yang mereka jalankan belum menghasilkan keuntungan. Kalau mereka gaji-an tentu nilai kerugian akan membengkak. Ini akan menggerus  sejumlah modal yang disalurkan oleh pemerintah desa. Modal yang disertakan itu  tentunya tidak boleh habis, dan kalau habis harus diganti. Karena dana tersebut adalah uang negara.

Makanya, setiap kali bertemu dengan para pengurus BUMDes, saya  menyebutkan bahwa pengurus BUMDes itu adalah pengusaha, bukan pekerja. Kalau pengusaha dia menciptakan gaji, kalau pekerja dia menerima gaji. Jadi, kalau ingin jadi pengurus BUMDes, bermentallah seperti pengusaha.  Pengusaha tidak pernah minta digaji, tapi pengusaha menciptakan gaji untuk dirinya dan juga orang lain.

Untuk menciptakan gaji ini  tentunya, pengurus BUMDes tidak bisa tanpa didukung aparatur desa, terutama kepala desa. Seluruh potensi  belanja desa harus didukung untuk dikelola BUMDes. Kepala desa sebagai ex officio Komisaris BUMDes juga harus punya komitmen untuk memajukan BUMDes.

Mayoritas yang menjadi kendala  pengurus BUMDes untuk menciptakan gaji ini adalah modal dan dukungan pemerintah desa. Ada pemerintah desa yang terkesan setengah hati untuk memajukan BUMDes. Potensi belanja desa yang miliaran dalam setahun, tidak dibelanjakan lewat BUMDes dengan berbagai alibi. Modal yang dikucurkan juga kadang sangat sedikit. Bagaimana mungkin dengan modal yang kecil akan dapat keuntungan yang besar ? Selain itu, terkadang juga aset-aset desa yang bernilai ekonomi tidak diserahkan pengelolaannya ke BUMDes. Akhirnya, BUMDes  tidak bisa maju dan berkembang. Jangankan memberikan PADes, memberikan gaji untuk dirinya sendiri pun tidak bisa.

Baca Juga :  Sekjen Kemendes Ajak Gali Kosmopolitanisme Perkuat Pemerintahan

Kedepan, kedigdayaan BUMDes ini akan diuji. Memasuki tahun ke enam pemberlakuan UU No 6 Tahun 2014 tentang desa, BUMDes diharapkan bisa menjadi motor penggerak ekonomi desa. Selain itu juga sebagai stabilator harga di wilayah pedesaan. Untuk itu, dukungan semua pihakpun sangat diharapkan. Baik itu dari sisi manajemen, kualitas SDM hingga permodalan. BUMDes tidak akan maju, tanpa ada dukungan semua pihak, termasuk pemerintah daerah. Melalui BUMDes, kita mewujudkan desa Surga di Provinsi Jambi. Dan tentunya harapan kedepan, tidak ada lagi istilah jadi pengurus BUMDes harus ikhlas beramal.

(Penulis adalah Tenaga Ahli Pengelolaan Keuangan Desa dan Pengembangan Ekonomi Lokal Kemendes PDT RI untuk Provinsi Jambi)