Analisis Hukum terkait Putusan Perubahan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah

publisher

PUTRI SAFIRA FEBIYAN

UNDANG-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah merupakan regulasi yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas hbubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, serta memperkuat desentralisasi fiscal di Indonesia. Undang-Undang ini bertujuan untuk memberikan dasar hukum yang jelas terkait dengan alokasi dana, pembagia kewenangan, serta kewajiban masing-masing pihak dalam pengelolaan keuangan negara.
Opini hukum terkait reformasi birokrasi mengenai perubahan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mengarah pada beberapa perubahan penting yang dapat mempengaruhi efektivitas administrasi dan pengelolaan keuangan negara dan daerah. Berikut adalah beberapa aspek utama dalam perubahan tersebut yang perlu dianalisis:

1. Peningkatan Otonomi Daerah dalam Pengelolaan Pajak
Salah satu tujuan utama dari perubahan ini adalah memperkuat otonomi daerah dalam pengelolaan pajak dan retribusi. UU No. 1/2022 memberikan keleluasaan yang lebih besar kepada pemerintah daerah dalam merancang dan mengelola pajak daerah sesuai dengan kebutuhan lokal, yang diharapkan dapat meningkatkan sumber daya keuangan daerah. Dalam konteks reformasi birokrasi, hal ini memberikan peluang bagi daerah untuk mengoptimalkan pemungutan pajak dengan cara yang lebih efisien dan responsif terhadap kondisi daerah masing-masing.
Namun, hal ini juga memerlukan penguatan kapasitas administratif dan teknis dari aparat daerah agar pengelolaan pajak lebih akurat dan transparan. Reformasi birokrasi yang mendukung sistem digitalisasi dan penerapan teknologi dalam administrasi pajak daerah menjadi sangat krusial untuk mencapai tujuan ini.

2. Penguatan Sistem Pengawasan dan Akuntabilitas
UU No. 1/2022 menekankan pentingnya pengawasan yang lebih efektif antara pemerintah pusat dan daerah dalam pengelolaan pajak dan retribusi. Dalam hal ini, reformasi birokrasi terkait pengawasan dan akuntabilitas sangat penting. Pengawasan yang efektif akan meminimalisir potensi kebocoran anggaran, penyalahgunaan wewenang, atau ketidaktepatan dalam pengalokasian pajak daerah.
Reformasi birokrasi harus mencakup penyempurnaan mekanisme pengawasan yang mengintegrasikan sistem informasi keuangan dan perpajakan secara lebih transparan dan akuntabel. Penggunaan teknologi digital untuk memantau dan melaporkan data pajak secara real-time akan memperkuat pengawasan dan mengurangi potensi kecurangan.

3. Penyederhanaan Prosedur Administratif
Salah satu fokus dari reformasi birokrasi adalah penyederhanaan prosedur administratif agar lebih efisien, efektif, dan mudah diakses oleh masyarakat. Perubahan undang-undang ini membuka peluang untuk menyederhanakan prosedur pengelolaan pajak daerah, yang sebelumnya sering dianggap rumit dan membingungkan, dengan memanfaatkan teknologi informasi.
Penggunaan sistem elektronik dalam pengajuan, pembayaran, dan pelaporan pajak daerah akan memudahkan masyarakat dan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban mereka. Selain itu, ini juga akan mengurangi beban administratif bagi aparat pemerintah daerah dan meningkatkan kualitas pelayanan publik.

4. Keseimbangan antara Pusat dan Daerah dalam Pembagian Sumber Daya
UU No. 1/2022 membawa perubahan pada pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, dengan tujuan untuk menciptakan keseimbangan yang lebih adil dalam pembagian sumber daya. Hal ini berpotensi meningkatkan kapasitas fiskal daerah, memungkinkan mereka untuk lebih mandiri dalam membiayai pembangunan daerah, dan memperkuat peran daerah dalam pembangunan nasional.
Namun, perubahan ini juga menuntut adanya penyesuaian dalam sistem administrasi dan manajemen keuangan daerah agar pemerintah daerah dapat mengelola dana yang diterima dengan lebih baik dan sesuai dengan kebutuhan pembangunan daerah. Reformasi birokrasi harus mencakup pelatihan dan peningkatan kompetensi aparat pemerintahan daerah dalam mengelola anggaran secara lebih profesional dan transparan.

5. Kepastian Hukum dan Penyelesaian Sengketa Pajak

Reformasi birokrasi juga perlu mencakup penyempurnaan dalam bidang hukum, terutama dalam hal kepastian hukum dan penyelesaian sengketa pajak daerah. Dalam konteks perubahan undang-undang ini, penting untuk memperkenalkan mekanisme penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan efisien, serta mendorong pemerintahan yang lebih responsif terhadap keluhan atau masalah yang dihadapi oleh wajib pajak.

Kepastian hukum akan meningkatkan kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak dan mengurangi potensi perselisihan antara wajib pajak dan pemerintah daerah. Reformasi birokrasi yang mengarah pada penyederhanaan prosedur hukum dan mempercepat proses penyelesaian sengketa menjadi sangat relevan dalam konteks ini.

Kesimpulan

Perubahan dari Undang-Undang No. 28/2009 menjadi Undang-Undang No. 1/2022 menunjukkan upaya untuk memperbaiki hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, serta meningkatkan pengelolaan pajak dan retribusi daerah. Reformasi birokrasi terkait perubahan ini sangat penting, terutama dalam menyederhanakan prosedur administratif, meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan, serta memperkuat kapasitas aparat pemerintahan daerah. Dengan adanya teknologi informasi dan digitalisasi, diharapkan pengelolaan pajak daerah dapat menjadi lebih efisien dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

(Penulis adalah Mahasiswa Program Pasca Sarjana UNJA)