DALAM sejarah Islam, paling tidak ada lima peperangan yang terjadi di bulan Ramadhan. Kelimanya itu yakni perang Badar, Khandaq, Fathul Makkah, Ain Jalut dan Tabuk. Kelima perang itu dimenangkan oleh kaum muslimin. Tapi kemenangan yang diraih tersebut tidak membuat Rasulullah SAW jumawa.
Pasca Perang Badar, misalnya, meski pasukan Islam mendapati 70 tawanan perang, tapi hal pertama yang diutamakan Rasulullah SAW adalah akhlak. Saat ditanya apakah yang harus dilakukan terhadap para tawanan itu ? Rasulullah SAW bersabda “Perlakukanlah mereka dengan baik. Jangan menyiksa mereka. Berikanlah makanan dan minuman kepada mereka secara saksama,”
Bahkan beberapa tawanan dibebaskan oleh Rasulullah tanpa ditebus. Sejumlah tawanan yang bisa membaca dan menulis justru hanya diperintahkan untuk menebus kebebasannya dengan mengajarkan literasi kepada anak-anak Muslim.
Dalam peperangan lain yakni Fathul Makkah, Rasulullah lagi lagi menunjukkan sifat mulia. Dia tidak memerangi kaum kafir quraisy. Padahal saat itu tidak ada perlawanan yang berarti dari kaum yang telah mengusir Nabi dan sabahat dari kampung halamannya Mekkah itu. Nabi tidak menunjukkan rasa dendam sama sekali. Sebaliknya, Rasulullah SAW malah memaklumkan keselamatan bagi siapa saja yang memasuki Masjid al-Haram dan bahkan rumah Abu Sufyan, seorang pemimpin Quraisy, atau rumah masing-masing.
Itulah akhlak yang diajarkan Nabi Muhammad: rendah hati. Jika ikhtiar mempertahankan diri berakhir dengan kemenangan, maka sifat jumawa mesti dipuasakan. Akhlak adalah inti dari Islam. Dijelaskan oleh Nabi dalam satu riwayat Hadis Sahih (HR. Bukhari): “Sesungguhya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Innama bu’itstu liutammima makarimal akhlaq.” Bila Ramadhan menambah jumawa, ada yang salah pada puasamu. Harusnya Ramadhan mengikis keakuan dan sadar kelemahan diri dihadapan Allah. Demikian status Felix Siaw akun twitternya.
(Penulis adalah Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Batanghari dan Alumni Ponpes Fauzul Muslimin Jogjakarta)