BERJAMBI.COM – Jika mahasiswa mengajukan tugas akhir dengan tema Marketing Politik sudah dipastikan membahas tentang marqom empat P yaitu Produk, promosi, Price dan Place (Firmansyah dalam Marketing Politik : Antara Pemahaman dan Realitas). Strategi marketing politik yang dirumuskan dan diajukan sangat normatif, seolah tidak ada pembaharuan (novelty). Demikian juga para kontestasi dalam pembuatan strategi menghadapi pemilu dan pemilukada pola-pola yang ditawarkan standar dan tidak ada pembeda. Seharusnya ada kekhasan dalam mendapat perhatian khusus pemilih, especially pemilih berperilaku rational. Perilaku pemilih sosiologis, psikologis, apatis dan kritis pada pembahasan ini sementara diabaikan, karena sesuai dengan topic yang dipilih dan obsesi yang diharapkan. Pada kesempatan ini penulis memberanikan diri berfikir secara lebih moderat dengan menyederhanakan teori 4 P, cukup dengan 2 P (Produk dan Place). Asumsinya pertama adalah Promosi, semua calon legislative dan calon Kepala Daerah dan atau Presiden termasuk tim kampanye dan tim sukses sudah pasti terapkan Promosi yang konvensional (penggunaan balegho, spanduk, cetak kalender, bagi-bagi kaos) dan promosi modern (via booklet dan media elektronik : face book, instagram, web dan sejenisnya) dalam mendulang suara. Asumsi kedua adalah calon legislative, calon kepala daerah dan atau Presiden include tim kampanye dan tim sukses masih beranggapan price dalam wujud money politic yang terselubung dan terang-terangan masih efektif mempengaruhi pemilih tradisional yang menghendaki NPWP (Nomor Piro Wani Piro). Hal ini akibat strategi pengawasaan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) yang belum jitu dan belum banyak berubah, terutama sanksi kongkrit dan cepat.
Penguatan Marketing Politik
Pemilih rational tidak gampang dipengaruhi dengan strategi Promosi dan Price. Mereka akan lebih fokus melihat produk baru yang mampu menciptakan perubahan dalam meningkatkan (pelayanan public, kesejateraan masyarakat dan daya saing daerah/Negara). Strategi yang dilakukan tentunya perlu penguatan pada aspek Produk dan Place.
Produk lebih diutamakan jangka pendek (berupa crash program) dan periode kontestasi sehingga lebih kongkrit dan terukur. Jangka panjang berupa visi lebih bersifat abstrak, namun tetap berarti sebagai acuan penggapaian. Paling tidak jadi acuan mencapai masyarakat yang adil dan makmur (baidatun, toibatun, warabbun gafur). Sementara terukur yang dimaksud adalah sumber pembiayaannya tersedia tidak sesuai dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD)/devisa, RAPBD/RAPBN). Kalau tidak hanya bersifat utopis seperti burung pungguk merindukan bulan, dust tidak terealisir seperti rencana membangun fly over di Jambi dari oknum kandidat kepala daerah masa-masa sebelumnya, hingga sekarang satu tiangpun tidak tercagak (baca : terbangun). Ini yang disebut dalam pepatah lama : “besar pasak dari pada tiang”.
Produk harus bersifat khas (Unique Preposition selling) misal Cak Imin (Muhaimin Iskandar) punya ide : hapus saja jabatan Gubernur, karena akan banyak mudarat dan manfaat. Ada juga bakal calon Presiden mengggagas akan memberantas mafia-mafia perizinan. Lain lagi gagasan yang sering disuarakan masyarakat Jambi agar membangun hilirisasi berupa pabrik minyak kelapa sawit dan pabrik ban. Jangan lagi karena kebingungan ketiadaan dan atau keterbatasan tempat penampungan akhirnya diekspor bahan baku. Hal tersebut jadi temuan lembaga pengawas kompeten ditinjau dari aspek akuntabilitas pemerintahan. Apalagi dekat-dekat tahun politik, tungau di seberang lautan bisa jadi nampak. Di kota Jambi misalnya perlu dibuat destinasi yang menguji nyali, dari hotel Wiltop ke Seberang dibuat kereta gantung (cable car). Pengguna dikenakan biaya, tentu akan mendatangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Gentala Arasy yang sudah terlanjur terbangun, anggap sebagai destinasi gratis. Ada juga gagasan dari pada eksploitasi batu bara yang bermasalah terhadap transportasi kenapa tidak tambang emas dilegalkan. Tentunya dibuat aturan-aturan yang jelas terlebih dahulu bagi petambang emas. Dengan dilegalkan, tentu Petambang Emas Tanpa Izin (PETI) tidak dioyak-oyak (dikejar-kejar) lagi. Hasil tambang emaspun tidak perlu pengangkutan banyak truck berimbas pada pengurangan kemacetan. Dalam pembuatan program harus diingat perubahan paradigma memperlakukan konstituen dan masyarakat pemilih sebagai subjek dalam penentuan strategi.
Aspek Place yang perlu diperhatikan adalah memilih, menempatkan dan memanfaatkan posisi (positioning) serta segmentasi. Positioning perlu dipertimbangkan dalam memilih dan menempatkan posisi partai dan atau koalisi partai pengusung yang tepat sebagai calon atau kandidat yang diharapkan dapat dukungan pemilih. Positioning berkaitan dengan idiologi. Positioning juga berkaitan dengan partai penguasa, partai besar, menengah dan gurem. Segmentasi berdasarkan geografi, umur, dan jenis kelamin yang menjadi sasaran pemasaran secara defensive dan ofensif perlu pula dipertimbangkan.
Last but not least, paradigma marketing politik dalam membangun relational dan branded akan menjadi perhatian dan pilihan pemilih rational.
———————-
Penulis adalah Dosen Jurusan Ilmu Politik dan Pemerintahan Universitas Jambi.