PETI Marak di Indonesia, ASPETI Desak Pemerintah Bentuk Satgas

publisher

Berimbang & Menyejukkan

JAMBI, berjambi.com – Kegiatan Pertambangan tanpa izin (PETI) yang marak disejumlah daerah Indonesia diduga akibat ada pembiaran serta minimnya pengawasan dari pihak
berwenang.
Disisi lain, perizinan tambang rakyat saat ini masih sulit karena belum optimalnya komitmen dari
pemerintah pusat dan daerah dalam menetapkan Kepmen dan Perda Wilayah Pertambangan Rakyat
(WPR) dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) yaitu izin untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam
wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas.
“Adanya pembiaran dari pihak berwenang, kurangnya pengawasan dan sosialiasi dari pihak-pihak yang
berwajib tentang prosedur dan tata cara pengurusan perizinan tambang rakyat. penyebab meruaknya
banyak kasus PETI di indonesia” kata Muhammad Rizal Zulkarnain bidang advokasi pertambangan di
jakarta, Sabtu.
Rizal mengatakan maraknya aktivitas PETI juga tidak terlepas dari melemahnya pendapatan masyarakat.  Hal ini  karena terjadinya krisis ekonomi yang terjadi secara menyeluruh dalam lapisan masyarakat, khususnya masyarakat kelas bawah.

Banyak warga yang mengantungkan mata pencahrian dari aktivitas ilegal karena peluang untuk menyambung hidup.

Data kementerian ESDM terdapat sebanyak 2.741 lokasi tambang ilegal atau Pertambangan Tanpa Izin
(PETI) di Indonesia, berdasarkan data per agustus 2021. Data ini harus menjadi perhatian yang serius oleh
pemerintah, tindakan serius bisa berupoa pembinaan, pengawasan atau tindakan extrim berupa
penutupan aktivitas tambang mineral.
“Secara normatif, pasal 158 UU No 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara telah
mengatur bahwa PETI merupakan kejahatan sehingga pelakunya dikenai pertanggung jawaban pidana
selama 5 tahun penjara dan denda 100 miliar akan digencarkan sehingga akan memberikan efek jera
terhadap pelaku PETI, ujarnya.
Rizal Mengungkapkan agar aktivitas Peti bisa diberantas, harus ada Upaya Pengelolaan Wilayah Izin
Usaha Pertambangan (WPR). Dengan demikian, pertambangan bisa dilakukan pada area WPR, alih-alih
melakukan kegiatan PETI. Dalam kaitan itu Asosiasi Penambang Bumi Pertiwi mendesak Kementerian
ESDM untuk melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah untuk memberikan rekomendasi dan
penyiapan WPR serta memberikan kemudahan penerbitan Izin Usaha Pertambangan Rakyat (IPR)
terhadap pertambangan rakyat yang tidak berizin, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Aktivitas PETI bisa diberantas, harus ada Upaya hukum yang bersifat Multisektor disertai koordinasi
antarinstansi terkait,. Selain itu juga diperlukan penegakan hukum yang kuat serta supervisi.

“Antara kementrian ESDM dan Lembaga agar pemberantasan praktik illegal ini bisa berhasil, ” ujarnya
Menurut Rizal, perlu juga ada satgas penanggulangan PETI. Satgas ini tidak hanya bersifat penegakan
hukum, tetapi melakukan pembinaan, fasilitasi, dan supervisi. Yang tak kalah penting ucap rizal, adalah
perlunya komitmen yang tinggi dari stakeholders terkait untuk mengatasi masalah PETI. Pembentukan satgas penanggulangan PETI menjadi salah satu cara ada kerja terorganisasi, lintas sektor, dan komperhensif dalam mengatasi persoalan PETI.

Himbauan, kepada seluruh Masyarakat luas untuk lebih berhati-hati dalam melakukan serangkain
aktivitas pertambangan yang bisa membahayakan keselamatan diri sendiri, serta kami mengajak kepada
seluruh stakeholder, beserta Lembaga-lembaga terkait untuk Bersama-sama mengawasi seluruh aktivitas pertambangan yang tanpa menggunakan izin, atau Penambangan Tanpa Izin (PETI) (arm)