Digerogoti Corona, Ekonomi Sakit

publisher

Oleh Mohd Haramen

“Sekarang lesu bang, pembeli sedikit. Kalaupun ada yang beli jarang minum ditempat, kebanyakan mintak dibungkus,’’ keluh pedagang jamu seduh.

Tak hanya pedagang jamu, pangkas rambut juga mengaku sepi. Biasanya mereka sehari sampai 20 orang yang datang. ‘’Saat Corona seperti ini, menunggu satu orang saja terkadang sampai sore hari,’’ keluh pemangkas rambut di kawasan Mendalo.

Dan lebih parah lagi kondisi rumah makan. Beberapa rumah makan bahkan sampai tutup karena sepi pembeli.

Itulah sekelumit keluhan para pedagang kecil ditengah wabah virus Corona saat ini. Corona (Covid 19) ternyata tak hanya menggerogi kesehatan manusia, tapi  juga turut menggerogoti sektor riil.

Secara makro, ekonomi dunia juga saat ini masih lesu. Bahkan ekonomi Indonesia yang diprediksikan tumbuh hanya 2,3 persen. Bahkan, lebih parah lagi ekonomi hanya bisa tumbuh minus 0,4 persen. Suatu kondisi yang sangat memprihatinkan.

Padahal, tahun 2020 ini, ekonomi Indonesia ditargetkan tumbuh 5,3 persen. Setelah tahun sebelumnya berhasil mencapai pertumbuhan 5,1 persen. Jika skenario terburuk yakni pertumbuhan ekonomi minus terjadi, artinya kita mengulang sejarah pertumbuhan minus tahun 1998 lalu. Dimana mencapai minus 13,1 persen.

Hanya saja yang membuat kita optimis, meskipun pertumbuhan ekonomi minus, kondisi kita akan tetap lebih baik dari tahun 1998. Karena, saat ini, Indonesia memiliki cadangan devisa sebesar 130,444 miliar dolar AS. Posisi cadangan devisa itu setara dengan pembiayaan 7,7 bulan impor atau 7,4 bulan untuk impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Tingkat inflasi juga terkendali: tahun 2019 angkanya 2,72 persen. Sementara pada tahun 1997/1998, cadangan devisa Indonesia hanya 17,427 miliar dolar AS. Sementara inflasi tercatat sebesar 11,6 persen.

Dampak Corona terhadap ekonomi Indonesia ini juga diakui oleh  Asian Development Bank (ADB). Pihak ADB memperkirakan ekonomi Indonesia hanya tumbuh  sebesar 2,5%. Angka itu turun separuhnya dari tahun 2019 sebesar  5,0%.

Direktur ADB untuk Indonesia, Winfried Wicklein dalam keterangannya, Jumat (3/4/2020) memprediksikan, jika pemerintah bisa melindungi kaum miskin dari dampak Corona, ekonomi bakal tumbuh lagi tahun depan.

Untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi ini, pemerintah telah menyiapkan sejumlah stimulus. Stimulus ini paling tidak,  dapat mempertahankan kondisi ekonomi saat ini. Stimulus yang diberikan mencakup fiskal, nonfiskal, serta sektor keuangan. Untuk sektor Fiskal, pemerintah melakukan percepatan penyaluran bantuan sosial, implementasi kartu prakerja, dan subsidi untuk perumahan rakyat melalui skema subsidi selisih bunga. Kemudian, juga melakukan pembebasan pajak hotel dan restoran selama enam bulan. Itu terhadap 10 destinasi wisata yang tutup gara-gara Corona ini.

Selain itu juga, memberikan diskon tiket penerbangan mencapai 50% untuk setiap setiap 25%  kursi pesawat dari dan menuju 10 destinasi utama wisata. Disamping itu, juga melakukan pembebasan sementara pajak penghasilan atau PPh 21 selama 6 bulan untuk pekerja industri pengolahan. Pemerintah juga melakukan penundaan pembayaran pajak penghasilan impor atau PPh pasal 22 selama 6 bulan.

Untuk Stimulus Nonfiskal pemerintah melakukan penyederhanaan/pengurangan larangan terbatas ekspor sebanyak 749 dari total 1.357 barang berdasarkan kode HS. Juga melakukan penyederhanaan/pengurangan larangan terbatas impor untuk perusahaan yang berstatus sebagai produsen, produk pangan strategis, serta komoditi hortikultura, hewan, obat, bahan obat dan makanan. Disamping itu, juga melakukan percepatan proses ekspor dan impor untuk pelaku usaha yang memiliki reputasi baik. Disamping itu, juga melakukan proses percepatan ekspor impor melalui National Logistics Ecosystem.

Sedangkan stimulus untuk sektor keuangan, yakni dengan melakukan penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia 50 bps dan giro wajib minumum rupiah maupun valuta asing. GWM rupiah diturunkan 0,5%, sedangkan valas mencapai 4%.  Selain itu, ketentuan BI terkait underlying transaksi bagi investor asing diperluas sehingga memberikan alternatif dalam rangka lindung nilai kepemilikan rupiah.

Kebijakan lain yakni dengan memberikan kelonggaran restrukturisasi kredit oleh OJK. Bank diperbolehkan menghitung satu dari tiga pilar dalam perhitungan kredit bermasalah yakni ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga untuk kredit hingga Rp 10 miliar. Bank juga dapat meningkatkan kualitas kredit menjadi lancar setelah direskturkturisasi untuk seluruh plafon kredit. Dan banyak lagi stimulus yang lain. Harapannya, ekonomi Indonesia tetap bisa bertahan ditengah krisis yang terjadi saat ini.

(Penulis adalah Tenaga Ahli Kemendes PDT RI bidang Pengelolaan Keuangan Desa dan Pengembangan Ekonomi Lokal)