Peran Sekolah dalam Menghadapi Pergaulan Bebas di Lingkungan Pendidikan SMA

publisher

Penulis : Della Arindi, Qonita Talita Sakhi,Athifatur Roihana Bari’ah

Apakah kalian bertanya-tanya mengapa pergaulan bebas menjadi ancaman yang begitu nyata bagi remaja, terutama siswa SMA? masa remaja adalah fase pencarian jati diri, penuh dengan rasa ingin tahu yang besar, tetapi sering kali minim pertimbangan matang.

Di tengah pengaruh buruk media sosial, lingkungan yang permisif, dan tekanan kelompok sebaya. Sekolah memiliki tugas penting menjadi tameng yang melindungi sekaligus membimbing siswa agar tidak terjerumus ke dalam pergaulan bebas.

Contoh pergaulan bebas dikalangan remaja saat ini hubungan asmara tanpa batasan, penyalahgunaan narkoba dan alkohol, keterlibatan dalam tawuran atau kekerasan, kecanduan media sosial dan ponografi, kabur dari rumah atau sekolah (Kurniawan, 2019).

Remaja adalah masa yang penuh potensi sekaligus rentan terhadap pengaruh lingkungan. Pendidikan harus menjadi garda terdepan dalam membimbing mereka,” tulis Hurlock dalam bukunya developmental psychology: A Life-Span approach.

Pentingnya peran sekolah sebagai institusi pendidikan yang bertanggung jawab tidak hanya hal akademik, tetapi juga membentuk karakter siswa agar mampu menghadapi tantangan seperti pergaulan bebas.

Menurut sebuah studi dalam jurnal Youth and Society, salah satu komponen utama yang meningkatkan kemungkinan remaja terlibat dalam pergaulan bebas adalah kurangnya kontrol atas lingkungan keluarga dan sekolah mereka. Dalam situasi ini, sekolah menjadi institusi penting untuk mencegah dan mengatasi perilaku menyimpang tersebut.

Pelajar sekarang menghadapi masalah pergaulan bebas karena mereka mulai dianggap gaul dan hanya mencari kesenangan. Kebudayaan modern mulai bergeser secara bertahap seiring perkembangan zaman, dan norma-norma yang berlaku seolah-olah memudar.

Akibatnya, pacaran dianggap normal dan hamil diluar nikah sudah marak. Berpelukan, berpegangan, berdua-duaan, merokok, dan minum keras semuannya sudah biasa, dan kaum laki-laki menggunakan miras untuk mempererat silaturahmi, padahal itulah yang akan menjadi dasar dari pergaulan bebas.

Masuknya era modernisasi keluarga, yang pada dasarnya bertanggung jawab untuk membentuk perkembangan,kepribadian,dan mengontrol anak-anak untuk memberikan batasan-batasan dalam menjalani kehidupan sosial,mulai semakin terkikis.

Ketidaksadaran orang tua tentang pentingnya aturan bagi remaja menyebabkan remaja merasa bebas untuk menerima informasi apa pun yang mereka dapatkan, yang mengarah pada gaya hidup bebas seperti, berpacaran, merokok, mabuk-mabukan, dan lain sebagainya (Fendri et al, 2020) ditambah lagi dengan kurangnya kesadaran pada diri anak yang yang membuat anak semakin tidak mengerti cara mengontrol diri.

Mencegah pesatnya perkembangan, penyimpangan perilaku seksual disarankan agar setiap anggota keluarga ayah dan ibu berusaha semaksimal mungkin untuk membangun keluarga yang harmonis, terutama ketika memiliki anak remaja, dan ketika mereka berada di usia puber.

Peran sekolah juga sangat penting dalam menghadapi pergaulan bebas pada anak remaja khususnya anak SMA. Dimulai dari Pendidikan karakter yang relevan, sekolah dapat mengintegrasikan nilai-nilai moral etika ke dalam kurikulum melalui Pelajaran seperti agama, Pendidikan kewarganegaraan, atau program khusus tentang kesehatan reproduksi, misalnya sekolah dapat mengadakan seminar tentang bahaya pergaulan bebas dengan melibatkan pakar psikologi atau kesehatan.

Penguatan hubungan guru dan siswa, guru memiliki peran penting sebagai pendamping dan panutan. Dalam bukunya Teacher Leardering and Behavior, Leithwood menekankan bahwa hubungan positif antara guru dan siswa, yang pada akhirnya membantu mereka menjahui perilaku negatif. Guru yang peduli dapat mendeteksi tanda-tanda awal siswa yang mulai terpengaruh pergaulan bebas dan memberikan bimbingan yang diperlukan.

Sekolah dapat menyediakan berbagai kegiatan ekstrakulikuler seperti olahraga, seni atau organisasi siswa, mengisi waktu luang mereka dengan hal-hal yang bermanfaat agar kegiatan ekstrakulikuler mampu menyalurkan energi positif. Studi dalam jurnal Education and urban society menunjukan bahwa keterlibatan siswa dalam kegiatan ekstrakulikuler secara signifikan mengurangi resiko mereka terlibat dalam perilaku menyimpang. Konseling dan pendekatan psikologis, sekolah harus menyediakan konselor yang kompeten untuk membantu siswa mengatasi masalah pribadi atau tekanan sosial dengan bimbingan yang tepat, siswa dapat memahami konsekuensi dari tindakan mereka dan membangun strategi untuk menghadapi tekanan dari lingkungan.

Peran sekolah dalam pergaulan bebas di lingkungan SMA sangatlah krusial, dengan pendekatan holistik yang melibatkan pendidikan karakter, pendampingan guru dan konselor, kegiatan edukatif, penerapan aturan yang tegas serta kolaborasi dengan orang tua dan komunikasi, sekolah dapat menjadi benteng yang kokoh dalam membimbing siswa untuk menjalani masa remaja dengan bijak, membentuk generasi bermoral juga menciptakan pendidikan yang sehat dan kondusif.

(Penulis adalah mahasiswa prodi Tadris Matematika Semester 5 UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi)